PAJAH PENGHASILAN FINAL

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PPH FINAL PPh Pasal 4 (2) PPh Pasal 15.
Advertisements

Pajak penghasilan final
Pertemuan 2 PPh Pasal 4 Ayat 2.
adalah PPh yang tidak dapat dikreditkan dengan total utang pajak
RUANG LINGKUP DAN DASAR HUKUM PPH PASAL ORANG PRIBADI (UU NO
PERTEMUAN KE 3: PPh Pasal 15
Pajak Penghasilan Final
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
Pajak Pertambahan Nilai
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN.
Hutang Pihutang Pajak Hutang Pajak Penghasilan
Objek PPh dan Non Objek PPh
PERTEMUAN 10 SURAT PEMBERITAHUAN 8 MEI 2011 Surat Pemberitahuan.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 DAN BENTUK USAHA TETAP
PPh Pasal 4 ayat (2).
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
PEMBUKUAN DALAM PERPAJAKAN
ASPEK PERPAJAKAN BAGI YAYASAN PENDIDIKAN
Pertemuan 8 PPh Atas Penghasilan Tertentu
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
OBYEK PPh FINAL UU PPh No.36 Tahun Pasal 4 ayat (2)
Penilaian Kembali (Revaluasi) Aktiva Tetap
PAJAK PENGHASILAN (PPH): PASAl 4 AYAT 2, PASAL 15 dan 26
Penghitungan PPh Final
PPh PASAL 26.
LANJUTAN PERTEMUAN KE-6 SURAT SETORAN PAJAK DAN PEMBAYARAN PAJAK
Pajak Penghasilan Pasal 22
PENGHASILAN KENA PAJAK
Shanty Vani Marthalena ( )
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
PPh Bersifat Final.
Tarif Pajak dan Kredit Pajak
PPh PASAL 22 OLEH KELOMPOK 6 :
PPh 4 ayat 2 & PPh 15 Perpajakan 2 21/09/2015.
Mekanisme Perpajakan bagi Bendaharawan atas BELANJA JASA/MODAL
Materi 4.
PPh Pasal 21 Perpajakan 2 15/11/2016.
PERTEMUAN 10 SURAT PEMBERITAHUAN 8 MEI 2011 Surat Pemberitahuan.
Pajak Penghasilan Final
KETENTUAN LAIN-LAIN.
PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU Dasar Hukum : PER DIRJEN NOMOR 32/PJ/2010.
OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) (BERSIFAT FINAL)
PAJAK PENGHASILAN FINAL
AKUNTANSI PAJAK UNTUK UTANG PAJAK Hafiez Sofyani, M.Sc.
PPh Pot-Put PPh Pemotongan dan Pemungutan
PEMUNGUT PPN Niken Nindya H, SE., MSA., CA..
SUBYEK PPN & PPn BM PENGERTIAN PENGUSAHA KENA PAJAK PENGUSAHA KECIL
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
MATERI KULIAH BANGUN GUNA SERAH (BUILD OPERATE AND TRANSFER)
Pph PSL 26 MUST PRAM.
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN.
PPH PASAL 4 AYAT (2).
KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)
Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2016
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
PEMBAYARAN PAJAK V DIREKTORAT JENDERAL PAJAK.
PPH PASAL 23
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan.
PAJAK PENGHASILAN FINAL
Bentuk Usaha Tetap dan PPh Pasal 15
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pajak Penghasilan.
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
OBJEK DAN NON OBJEK PAJAK PENGHASILAN
PPh PAJAK PENGHASILAN.
Pertemuan Ke-8 PPh Pasal 15.
PAJAK PENGHASILAN FINAL
Transcript presentasi:

PAJAH PENGHASILAN FINAL Kelompok 5

Defenisi Pajak penghasilan bersifat final artinya pajak penghasilan yang dasar pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total pajak penghasilan pada akhir tahun pajak.

Pengelompokan PPh bersifat final dapat dikelompokkan sebagai berikut : PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima /diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. PPh Pasal 15 UU PPh untuk usaha tertentu. PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh.

Beberapa jenis penghasilan yang PPh-nya bersifat final yang juga diatur dalam jenis pajak lain: PPh atas uang pesangon yang diterima sekaligus; uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua/jaminan hari tua, dan sejenisnya yang diterima sekaligus; honorariumyang diterima pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pensiunannya atas beban APBN/APBD, selanjutnya diuraikan dalam pasal 21. PPH atas penjualan bahan bakar minyak,bahan bakar gas, dan pelumas kepada penyalur/agenoleh produsen/importirnya,selanjutnya diuraikan dalam PPh Pasal 22. PPh atas penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap dan lain-lain.

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN USAHA YANG DITERIMA/DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.

Pengertian Nb: Ketentuan ini disebut PPh bersifat final 1%. Pajak penghasilan atas penghasilan usaha yang diterima/diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan usaha dengan peredaran bruto tertentu dapat melkukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan yang terutang . ( PP NO 46 Tahun 2013, Peraturan Menteri Keuangan No 107/PMK.011/2013, dan Surat edaran Dirjen Pajak No SE- 42/PJ/2013 ) Nb: Ketentuan ini disebut PPh bersifat final 1%.

Wajib Pajak Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dalam PPh bersifat final 1% sebagai berikut: Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi PPh bersifat final 1% sebagai berikut: Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. Tidak termasuk Wajib Pajak bersifat final 1% sebagai berikut: Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Tarif PPh bersifat final 1% adalah 1% dan bersifat final. Contoh : CV Andika memiliki usaha perdagangan alat-alat rumah tangga yang berdasarkan catatan /pembukuan tahun 20016 ( Januari s/d Desember ) memiliki peredaran bruto sebesar Rp 4.000.000.000 Atas penghasilan yang diterima CV Andika pada tahun 2016 dikenai PPh bersifat final 1%. Dasar Pengenaan Pajak PPh bersifat final 1% adalah : Dasar Pengenaan Pajak adalah peredaran bruto dari usaha dalam satu tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak bersangkutan. Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Menghitung PPh Bersifat Final 1% Dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPh bersifat final 1% adalah jumlah peredaran bruto setiap bulannya. PPh = tarif x dasar pengenaan pajak PPh = 1% x peredaran bruto usaha sebulan

Contoh :

Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final, tidak diwajibkan mebayar angsuran pajak (Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan) Penyetoran pajak dilakukan melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang telah mendapat validasi dengan NTPN paling lambat 15 bulan setelah masa pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. a). Wajib pajak yang telah menyetor pajak dianggap telah menyetor SPT sesuai dengan tanggal validasi NTPN yang tercantum dalan SSP. b). Wajib pajak yang telah menyetor pajak endapat validasi dengan NTPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan cara pengisian SPT-nya: Kolom Uraian diisi dengan “Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”; Kolom KAP/KJS diisi dengan “411128/420”.

Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong dan/atau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai berikut: a) Atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan. b) Atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan bukti pemotongan dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas import. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 1% dilaporkan dalam SPT PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak bersifat final, sebagai berikut. a). Formulir 1770-III ( Penghasilan lain yang dikenakan pajak final) b). Formulir 1771-IV ( Penghasilan usaha Wajib Pajak memiliki peredaran bruto tertentu.

PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 15

Norma Perhitungan Khusus untuk Wajib Pajak tertentu (pasal 15 UU PPh) Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, dan Perusahaan pelayaran dalam negeri Perusahaan penerbangan dalam negeri, Perusahaan asuransi luar negeri, Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, Perusahaan dagang asing. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah atau BOT (“build, operate, and transfer”).

Pelaporan PPh Pasal 15 dalam SPT Masa pasal 15, meliputi : Imbalan yang dibayarkan / terutang kepada perusahaan pelayaran dalam negeri. Imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal laut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri. Imbalan carter (sewa) kapal laut dan/atau pesawat udara yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri. Imbalan yang diterima dan/atau diperoleh sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang termasuk carter(sewa) kapal laut dan/atau udara oleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri. Imbalan carter(sewa) pesawat udara yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan penerbangan dalam negeri.

Wajib Pajak dan Objek Pajak Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri ( keputusan menteri keuangan no 416/kmk.04/1996, dan SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 29/PJ.4/1996 ) Wajib Pajak dan Objek Pajak Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain. Objek Pajak pengenaan PPh meliputi penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari : - pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia; - pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia; - pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan - pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Besarnya PPh yang terutang adalah 1,2% (satu koma dua persen), dan Dasar Pengenaan adalah peredaran bruto. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib : a.1. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti; a.2. Memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran I; a.3. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat- lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); a.4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final).

b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib : b.1. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final; b.2. Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat- lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran III, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final;

Wajib Pajak dan Objek Pajak Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan /Terutang kepada Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri Wajib Pajak dan Objek Pajak Wajib pajak adalah perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang berkedudukan di luar negeri dan melakukan usaha melalui Badan Usaha Tetap di Indonesia. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Tarif PPh ini adalah 2,64% dan dasar pengenaan pajak adalah pereddaran bruto.

3. Pemotongan ,Penyetoran, dan Pelaporan Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar atau pihak yang mencharter wajib : Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib: a. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti; b. Memberikan Bukti pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran I: c. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat- lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (final). a. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giroselambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final: b. Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran III, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final.

Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan /Terutang kepada Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri Wajib Pajak dan Objek Pajak Wajib Pajak adalah perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter. Tarif dasar Pengenaan Pajak Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dilunasi adalah 1,8% (satu koma delapan persen) dari peredaran bruto.

Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan memberikan Bukti Pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana Lampiran I; menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti, dengan menggunakan bentuk sebagaimana Lampiran II;

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 4 AYAT (2) UU PPh

PPh Final Berdasar Pasal 4 Ayat (2) UU PPh (1) Bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI. (PP No. 131/ 2002) Bunga obligasi dan SUN. (PP No. 16/ 2009) Bunga simpanan koperasi bagi WP OP. (PP No. 15/ 2009) Hadiah Undian (PP No. 132/ 2000) Transaksi saham dan sekuritas lain. (PP No. 14/ 1997)

PPh Final Berdasar Pasal 4 Ayat (2) UU PPh (2) Pengalihan penyertaan modal oleh perusahaan modal ventura. (PP No. 4/ 1995) Pengalihan hak tanah dan/ atau bangunan. (PP No. 71/ 2008) Persewaan tanah dan/ atau bangunan. (PP No. 5/ 2002) Usaha jasa konstruksi dan real estate. (PP No. 40/ 2009)

Bunga Deposito, Tabungan, dan Diskonto SBI Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank.  Pengertian Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "deposit on call" baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing) yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank. 

Tarif dan Dasar Pengenaan Pemotong PPh Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia Cabang Bank Luar Negeri Indonesia Bank Indonesia Dana Pensiunan dan Bank yang menjual kembaliSBI Tarif dan Dasar Pengenaan 20% dari jumlah bruto. (WP DN dan BUT) 20% atau sesuai tarif P3B dari jumlah bruto. (WP LN)

Pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dilakukan terhadap : bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah); bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

Contoh : Pada 30 Maret 2016 ,Bank Pemadani membayar bunga deposito kepada nasabah. Deposito berjangka waktu 1 bulan seniai Rp600.000 , bunga 6% setahun . Pemotongan PPh Final =...? Jawaban : 20% x 6% x Rp 600.000 x (1/12) x Rp 600.000