SUMBER AJARAN ISLAM Bagus Setiawan Dwi Ayu Setyaningrum Epan Mareza Prima Hendra Kirana Aulia As-Zahra
AL- QUR’AN
Bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang PENGERTIAN AL-QUR’AN Ditinjau dari bahasa, Berasal dari bahasa Arab Qara’a-Yaqra’u- Qur’anan Bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang Secara terminologi atau istilah, Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril, sebagai mukjizat dan membacanya bernilai ibadah.
Pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan oleh seseorang tersebut Wahyu adalah Pengetahuan (al-a’lim atau al’irfan) yang diberikan kepada orang dengan metode-metode tertentu Apa saja metode-metodenya ??? Pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan oleh seseorang tersebut Pengalaman atau penglihatan dalam keadaan tidur Wahyu yang disampaikan melalui utusan atau malaikat (Jibril)
PERIODE TURUNNYA AL-QUR’AN PERTAMA : Nabi Muhammad SAW di perintahkan oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyunya. (Al-Muddatsir:1-5) KEDUA : Berlangsung selama 8-9 tahun. Terjadinya gejolak dan perlawanan dari kelompok jahiliyah KETIGA : Penganut agama Islam telah bebas untuk melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam di Yastrib (Madinah)
TUJUAN POKOK DITURUNKANNYA AL-QUR’AN SEBAGAI PETUNJUK AQIDAH DAN KEPERCAYAAN PETUNJUK MENGENAI SYARIAT DAN HUKUM-HUKUM PETUNJUK AKHLAK YANG MURNI
BUKTI KEOTENTIKAN AL-QUR’AN MASYARAKAT ARAB MERUPAKAN PENGHAFAL YANG KUAT AL-QUR’AN MEMILIKI KEINDAHAN GAYA BAHASA DAN ISINYA RASULALLAH SANGAT MENGANJURKAN KEPADA KAUM MUSLIMIN AGAR BANYAK MEMBACA DAN MENGHAFAL PARA SAHABAT DITEKANKAN UNTUK BERHATI-HATI DALAM MENYAMPAIKAN AL-QUR’AN
Bukti Keotentikan Al-Qur’an Terdapat 19 huruf Semua huruf dalam Al-Qur’an habis dibagi 19 ق ditemukan 57 kali ن ditemukan 133 kali ي dan س ditemukan 285 kali Surah Qaf Surah al-Qalam Surah Yaasin 57 = 3 x 19 133 = 7 x 19 285 = 15 x 19
ditemukan 2.698 kali ditemukan 57 kali Bukti Keotentikan Al-Qur’an Semua kata dalam Al-Qur’an habis dibagi 19 2689 = 142 x 19 57 = 3 x 19 ditemukan 2.698 kali ditemukan 57 kali
TEMA POKOK AL-QUR’AN TUHAN ALAM SEMESTA MANUSIA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU
TEMA POKOK AL-QUR’AN ESKATOLOGI NABI DAN WAHYU LAHIRNYA MASYARAKAT MUSLIM SETAN DAN KEJAHATANNYA
JADID KHABAR HADITS QARIB KEBIASAAN
UNSUR UNSUR HADITS MATAN HADITS Materi SANAD HADITS Rangkaiam RAWI HADITS Yang meriwayatkan
Jumlah orang yang Meriwayatkannya Macam-macam Hadits Bentuknya Jumlah orang yang Meriwayatkannya Kualitasnya
Macam-macam Hadits Bentuknya Qauliyah Fi’iyah Taqiririyah
Jumlah orang yang meriwayatkannya Macam-macam Hadits Jumlah orang yang meriwayatkannya Mutawatir Masyhur Ahad
Macam-macam Hadits Kualitasnya Shahih Hasan Dha’if Maudlu’
Kedudukan Hadits
Kedudukan Hadits Jumhur ulama menyatakan bahwa al-Sunnah menempati urutan kedua setelah al-Qur’an, dengan beberapa argumentasi antara lain : Al-Qur’an bersifat qath’i al-wurud, sedangkan al-Sunnah bersifat dhani-al-wurud. Al-Sunnah berfungsi sebagai penjabaran al-Qur’an. Ada beberapa hadits urutan kedudukan hadits adalah setelah al-Qur’an, diantaranya dialog Rasulallah dengan Muaz bin Jabal yang diutus ke negeri Yaman sebagai qadli (hakim agama). Al-Qur’an sebagai wahyu dari pencipta, sedangkan al-Hadits berasal dari hamba utusannya. Hadits sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an terdapat di surah An-Nisa ayat 59 dan 80.
Pengertian Ijtihad
Fungsi Hadits Bayan Tafshil Bayan Takhsish Bayan Ta’yin Bayan Nasakh
Pengertian Ijtihad Menurut etimologis “ijtihad” berasal dari kata; jahada, yajhadu, dan bentuk masdarnya jahdan, yang berarti berusaha sungguh, atau mencurahkan segala kesungguhan. Secara terminologis, ijtihad berarti usaha maksimal seorang ahli figh guna menemukan hukum suatu masalah yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits (A. Wahab Khallaf). Diartikan pula bahwa ijtihad adalah berusaha sekeras-kerasnya untuk membentuk penilaian yang bebas tentang suatu masalah hukum. Dasar hukum ijtihad dalam al-Qur’an, antara lain terdapat di surah ar-Ra’d ayat 3 dan surah al-Ruum ayat 21.
Kedudukan Ijtihad
Kedudukan Ijtihad Ijtihad dalam tatanan hukum Islam menempati urutan ketiga setelah al-Qur’an dan al-Hadits. Perintah melakukan ijtihad berdasarkan Al-Qur’an terdapat di surah al-Ma’idah ayat 48 dan surah an-Nisa ayat 59. Para ulama bersepakat bahwa ijtidah tidak boleh merambah dimensi ibadah mahdhah (formal). Sebab ibadah formal merupakan hak Allah. Tata cara ibadah formal telah dicontohkan secara final oleh Rasullallah SAW.
Syarat-Syarat Seorang Mujtahid Harus Mengetahui dan Memahami Makna Ayat-Ayat Hukum Hadits-Hadits Hukum Baik sematik maupun konotasi hukumnya Harus Mengetahui Ayat-ayat yang mansukh dan yang manasakhnya ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan lewat ijma’ metodologi penggunaan qiyas (analogis) dengan baik
Syarat-Syarat Seorang Mujtahid Bahasa Arab dengan baik Kaidah-kaidah ushul fiqh dengan baik Maqasid al-Syari’ah Kaidah-kaidah ushul fiqh dengan baik Hikmah, maksud, dan tujuan syariat Sholeh, jujur, amanah, wara’ (orang yang terpelihara dari perkaraan yang subha/samar)
Mujtahid mutlak yang tidak mustaqil Tingkatan Mujtahid Mujtahid Mustaqil Mujtahid mutlak yang tidak mustaqil Mujtahid Takhrij Mujtahid Tarjih Mujtahid Fatwa
Ijtihad Fardi (Ijtihad individu) Pembagian Mujtahid Ijtihad Fardi (Ijtihad individu) Ijtihad Jama’i (Ijtihad Kolektif)
Ijtihad Fardi (ijtihad individu) Ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid saja (dasar untuk ijtihad tersebut adalah hadits tentang Muaz / H.R. Abu Daud dan Tirmizi)
Ijtihad Jama’i (Ijtihad Kolektif) Ijtihad yang dilakukan oleh sekelompok Mujtahidin. Misalnya ijtihad yang dilakukan oleh para sahabat dalam pengangkatan khalifah Abu Bakar Siddiq (sebagai kkhalifah pertama)
Lapangan Ijtihad Ijtihad tidak boleh merambah terhadap dimensi ibadah mahdhah. Dengan kata lain adalah perkara-perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa terdapat dua agenda besar ijtihad yang dituntut oleh peradaban modern, yakni Di bidang hubungan keuangan dan ekonomi, serta Bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.
Metode & Bentuk Ijtihad Ijma’ Qiyas Istihsan Mashalih Mursalah ‘Uruf
Larangan Taqlid “Tidak Halal bagi seseorang yang mengikuti pendapat kami, hingga mengetahui darimana sumber pendapat kami.” ~Imam Abu Hanafi~ “Aku hanyalah seorang manusia, yang bisa salah dan bisa benar, maka koreksilah pendapatku. Segala yang sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah Ambillah, dan segala yang tidak sesuai tinggalkanlah.” ~Imam Malik~
Larangan Taqlid “Apa yang telah kukatakan tetapi bertentangan dengan sabda Nabi, maka yang sesuai dengan Hadits itu yang menjadi pendapatku. Janganlah Taqlid kepadaku.” ~Imam Syafi’i~ “Janganlah Taqlid kepadaku, jangan pula Taqlid kepada Malik, jangan kepada Syafi’i dan jangan pula kepada al-Tsauri. Ambillah dari sumber yang mana mereka ambil.” ~Imam Hambali~