Sejarah Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh Muhlisin
Fase Perkembangannya terbagi menjadi lima, yaitu Fase Pertumbuhan (610-632M) Fase Perkembangan (11H-akhir abad I H) Fase Formulasi dan Sistematisasi (abad I sampai abad IIH) Fase Kemunduran atau Stagnasi (Abad ketiga sampai akhir abad 19 M) Masa Kebangkitan (akhir abd ke 19 sampai sekarang)
Fase Pertumbuhan (610-632M) Dimulai sejak masa nabi yang terbagi dalam dua periode, yaitu periode Mekkah dan periode Medinah. Pada periode Mekkah belum nampak embrio usul fiqh, karena ayat-ayat yang turun berkisar masalah akidah, baru pada periode Medinah sudah mulai nampak, karena ayat yang turun mengatur tentang hukum dan pranata social. Ciri yang nampak a.l.: Rasul memberi peluang sahabat untuk berijtihad ketika menghadapi masalah, mengajarkan prinsip musyawarah (ijmak), muncul pengunaan ra’y. Sumber hukum pada masa ini hanya wahyu , Rasul juga melakukan ijtihad ketika muncul persoalan dan wahyu belum turun.
Fase Perkembangan (11H-akhir abad I H) Terjadi pada masa sahabat dan disebut juga dengan masa persiapan pembentukan fiqh Muncul kreativitas dalam berijtihad, dimana penggunaan r’y lebih terarah. Sahabat mulai mengimplementasikan metode isitimbath hukum, seperti Umar menerapkan maslahah dalam kasus pencurian dan Ali menerapkan qiyas dalam masalah hukuman bagi pelaku minuman keras. Muncul fatwa-fatwa bagi peristiwa-peristiwa yang tidak ada nashnya. Para sahabat menjadi pemegang otoritas fiqh di daerah masing-masing (Mekkah, Medinah, Kufah, Basrah, Syam, dan Mesir) Sumber Hukum Islam: al-Qur’an, Sunnah, ijtihad sahabat.
Fase Formulasi dan Sistematisasi (abad I sampai abad IIH) Terjadi pada masa dinasti-dinasti Islam (Umayyah dan Abbasiyah) Muncul pusat-pusat intelektual, yaitu Hijaz (Mekkah dan Medinah), Iraq (Kufah dan Basrah), dan Syria atau Syam. Muncul aliran Ahlul Hadis dan Ahl Ra’y Gerakan ijtihad sangat pesat, hal ini karena: wilayah Islam mulai meluas dimana ajaran islam bertemu dengan adapt local masyarakat di luar Arab, Qur’an sudah dikodifikasikan dan banyak fatwa sahabat yang dijadikan sebagai sandaran. Muncul Imam-imam Mazhab dalam fiqh dan karya-karya besarnya, Imam Abu Hanifah menyusun kitab al-Fiqh al-Akbar (kitab Fiqh), Imam Malik menulis kitab al-Muwatta’ (kitab Hadis dengan sistematika Fiqh), Imam Syafi’i menulis ar-Risalah (usul fiqh) dan Kitab al-Umm (fiqh), Imam Ahmad Ibn Hanbal menyusun Musnad Ahmad (kitab Hadis). Sumber Hukum Islam pada masa ini adalah: al-Qur’an, sunnah, ijmak, qiyas.
Fase Kemunduran atau Stagnasi (Abad ketiga sampai akhir abad 19 M) Tidak ada ulama yang mampu menjadi mujtahid mutlak Mereka taqlid pada ulama mazhab sebelumnya Terjadi pergolakan politik, dimana umat Islam terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil, sehingga perhatian terhadap ilmu kurang. Muncul fanatisme mazhab, dimana usaha para ulama hanya memperkuat dasar-dasar dan pendapat mazhab sebelumnya. Karya yang muncul berupa syarah da mukhtasar.
Masa Kebangkitan (akhir abd ke 19 sampai sekarang) Berkaitan dengan kebangkitan di bidang politik, dimana umat Islam mulai berusaha melepaskan diri dari olonialisme Muncul gerakan-gerakan pemabaruan dalam islm, seperti gerakan Wahabiyah di Saudi Arabia Muncul tokoh-tokoh pembaharu seperti Jamaluddin al-Afghani di Mesir, Muhammad bin Sanusi di Libia. Ulama mulai mempelajari karya ulama sebelumnya untuk dipilih mana yang paling valid dan membandingkannya dengan hukum positif.
Sumber Hukum dalam Islam (Pengertian Sumber dan dalil) Sumber atau masadir adalah wadah yang darinya digali norma-norma hukum. Dalil adalah petunjuk yang membawa kita menemukan hukum tertentu. Sumber hukum dapat diklasifikasikan dengan: Dalil munsyi’: atau dalil pokok yang keberadaannya tidak memerlukan dalil lain. Termasuk dalam kategori ini adalah Al-Qur’an dan Hadis. Dalil muzhir: yaitu dalil yang menyingkap, diakui keberadaannya karena ada isyarat dari dalil munsyi’ tentang penggunaannya. Termasuk dalam kelompok ini adalah metode-metode ijtihad seperti: ijmak, qiyas, istihsan, istislah, istishab dan sebagainya.
Al-Qur’an sebagai sumber hukum Definisi: al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad dalam bahasa Arab yang berisi khitab Allah dan berfungsi sebagai pedoman bagi umat Islam. Fungsi: sebagai petunjuk bagi umat manusia, yang berupa: doktrin atau pengetahuan tentang struktur kenyataan dan posisi manusia di dalamnya, seperti: petunjuk moral dan hukum yang menjadi dasar syari’at, metafisika tentang Tuhan dan kosmologi alam, dan penjelasan tentang sejarah dan eksistensi manusia. ringkasan sejarah manusia baik para raja, orang-orang suci, nabi, kaum dsb. mukjizat, yaitu kekuatan yang berbeda dengan apa yang dipelajari. Kandungan: (1) I’tiqadiyah (2) Khuluqiyah (3) Ahkam ‘amaliyah.
Penjelasan al-Qur’an: Ijmali (global): yaitu penjelasan yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut dalam pelaksanaannya. Contoh: masalah shalat, zakat dan kaifiyahnya. Tafshili (rinci): yaitu keterangannya jelas dan sempurna, seperti masalah akidah, hukum waris dan sebagainya. Kategori Ayat Hukum dan Ayat Non-hukum: berdasarkan kandungan ayat, jika mengandung ketetapan hukum maka disebut dengan ayat hukum dan dapat menjadi dalil fiqh.
Dalalah atau petunjuk al-Qur’an dibagi dua: Qat’y (definitive text): lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami dengan makna lainnya. Lafal ini tidak membutuhkan ijtihad dan takwil. Zanny (speculative text): lafal yang mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwil, dan dapat menerima ijtihad.
Hadis sebagai sumber Hukum: Definisi: Hadis adalah penuturan sahabat tentang Rasulullah baik mengenai perkataan, perbuatan, dan taqrirnya. Keshahihan Hadis: Hadis yang dapat digunakan sebagai sumber adalah hadis yang sahih dan hasan. Hadis dha’if tidak dapat dipakai sebagai sumber hukum. Sebagian ulama membolehkan menggunakan hadis dha’if sebagai dalil dengan syarat: Kedha’ifanya tidak terlalu lemah Memiliki beberapa jalur sanad Tidak mengatur masalah yang pokok, hanya sampai hukum sunnah atau makruh. Penentuan kesahihan hadis dibuat oleh ulama sehingga terjadi perbedaan pendapat.
Fungsi Hadis terhadap al-Qur’an: (1) Bayan tafsir (2) Bayan ta’kid, dan (3) Bayan tasyri’. Ulama cenderung menganggap al-Qur’an sebagai satu kesatuan dan hadis sebagai satu kesatuan. Ayat mana saja boleh ditafsir dengan hadis mana saja tanpa memperhatikan unsure waktu dan keterkaitan antara keduanya. Disamping itu terdapat ulama yang memandang kedudukan hadis lebih rendah dari al-Qur’an. Hadis Ahkam, yaitu hadis-hadis yang disusun dengan menggunakan sistematika fiqh. Contohnya: - Subulus Salam karangan as-Shan’ani - Naylul Authar karangan as-Syaukani - Lu’lu’ wal marjan karangan Fuad Abdul Baqi - Koleksi Hadis Hukum karangan Hasbi as-Shiddieqy.
Ijtihad dan Mujtahid Ijtihad adalah pengerahan segenap kemampuan untuk menemukan hukum syara’ melalui dalil-dalil yang rinci dengan metode tertentu. Fungsi ijtihad adalah: mengistimbathkan (mencari, menggali, dan menemukan) hukum syara’. Dasar Hukum Ijtihad: 1. Al-Qur’an (an-Nisa: 59) 2. Hadis Muadz bin Jabal 3. Logika (jumlah ayat dan hadis terbatas sedang masaah-masalah baru muncul) Kedudukan ijtihad: sebagai sumber hukum yang ketiga Ruang lingkup ijtihad: Peristiwa yang ketetapan hukumnya masih zanny (reformulasi) Peristiwa yang belum ada nashnya sama sekali (formulasi)
Macam-Macam Ijtihad: Dari segi pelaku: a. Ijtihad fardi b. Ijtihad jamai Dari segi pelaksanaan: Ijtihad Intiqai: yaitu ijtihad untuk memilih salah satu pendapat terkuat diantara beberapa pendapat yang ada. Bentuknya adalah studi komparatif dengan meneliti dalil-dalil yang dijadikan sebagai rujukan. Disebut juga ijtihad selektif. Ijtihad Insyai: yaitu mengambi konklusi hukum baru terhadap suatu permasalahan yang belum ada ketetapan hukumnya. Disebut juga ijtihad kreatif.
Mujtahid Syarat Mujtahid: Tingkatan Ijtihad: Umum: Islam, balligh dan berakal Pokok: mengetahui al-Qur’an, sunnah, maqasid syar’iyah dan qawaid al-fiqhiyah Penting: menguasai bahasa Arab, ushul fiqh dan logika, mengetahui khilafiyah dan masalah-masalah yang sudah diijmakkan. Tingkatan Ijtihad: Mujtahid Mutlak: yaitu mujtahid yang mampu mengistimbathkan hukum dengan menggunakan metode yang disusun sendiri. Contohnya adalah para Imam mazhab. Mujtahd Muntasib: mengistimbatkan hukum dengan mengikuti metode imamnya tetapi tidak bertaklid. Contoh Abu Yusuf (muridnya Hanafi), Al-Muzani (Syafi’i), Ibnu Abdil Hakam (Maliki), dan Abu Hamid (Hanbali). Mujtahid Mazhab: yaitu mujtahid yang mengikuti imamnya baik dalam usul maupun furu’. Mujtahid Murajjih: yaitu mujtahid yang membandingkan beberapa pendapat imam dan memilih salah satu yang dipandang kuat
Ijmak dan Qiyas sebagai Metode Ijtihad Pengertian Ijmak: Imam Ghazali: Kesepakatan umat Muhamad terhadap suatu masalah Jumhur: Kesepakatan mujtahid pada suatu masa terhadap suatu hukum syara’ setelah wafatnya Rasulullah. Secara Historis : Ijmak merupakan suatu proses alamiah bagi penyelesaian persoalan melalui pembentukan pendapat mayoritas ummat secara bertahap. Ijmak bermula dari pendapat pribadi dan berpuncak pada peneriamaan universal oleh ummat dalam jangka panjang. Ijmak adalah aktifitas informal murni dari para ulama dalam kedudukan pribadi mereka tanpa ada organisasi yang pasti dan prosedur yang spesifik. Dalil Ijmak: An-Nisa’ 59, 115, dan al-Maidah 103
Fungsi Ijmak: Rukun Ijmak: Mengeliminir kesalahan-kesalahan dalam berijtihad Menyatukan pendapat-pendapat yang berbeda Menjamin penafsiran yang tepat atas Qur’an dan keotentikan hadis Rukun Ijmak: Mujtahid: seluruh mujtahid hadir dan seluruh yang hadir menyetujui Kesepakatan: dilakukan secara tegas dan bulat Macam Ijmak: sharih (kesepakatannya tegas) dan sukuti (kesepakatannya tidak tegas).
pendapat Ulama tentang Ijmak: Syafi’I, Hambali, Zahiri: Ijmak hanya terjadi pada masa sahabat Malik: praktek orang Madinah dianggap Ijmak Syiah: Ijmak adalah kesepakatan para anggota keluarga Rasul Abduh: Ijmak adalah mufakat orang yang berwenang (ulul amri), dan dapat dibatalkan oleh generasi berikutnya. Tidak ada ketentuan teknis tentang ijmak dalam al-Qur’an. Iqbal: Bentuk ijmak yang mungkin adalah pengalihan kekuasaan ijtihad kepada lembaga legislative.
Qiyas (Analogical Reasoning): Definisi: Qiyas adalah menganalogikan suatu masalah yang belum ada ketetapan hukumnya (nash/dalil) dengan masalah yang sudah ada ketetapan hukumnya karena adanya persamaan illat. Historis: Ijmak merupakan sistematisasi ra’y (pendapat pribadi) Bentuknya tidak kaku dan formal, tanpa batasan yang spesifik Sikap ulama: menerima (jumhur), dan menolak (Zahiri). Rukun dan Syarat Qiyas: Ashl (Maqis alaih): masalah yang sudah ada hukumnya, baik dari al-Qur’an maupun hadis. Furu’ (maqis): masalah yang sedang dicari hukumnya. Hukum Ashl: hukum yang sudah ditetapkan oleh nash Illat: sifat yang terdapat dalam ashl, dengan syarat: sifatnya nyata dan dapat dicapai dengan indera, konkrit tidak berubah, dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Pembagian Qiyas: Kejelasan Illat: Qiyas Aulawi: jika hukum pada furu’ lebih kuat daripada ahl (seperti mengqiyaskan memukul dengan kata “ah”). Qiyas Musawi: Jika hukum pada furu’ sama kuatnya dengan hukum pada ashl (seperti memakan harta anak yatim dengan membakarnya). Qiyas Adna: yaitu hukum pada furu’ lebih lemah daripada ashl (seperti mengqiyaskan apel dengan gandum). Kejelasan Illat: Qiyas Jaly: Qiyas yang illatnya ditetapkan oleh nash bersamaan dengan hukum ashl (seperti memukul orang tua) Qiyas Khafy: Qiyas yang illatya tidak disebut dalam nash.
Hukum Syara’ Pengertian Hukum syara’ adalah: khitab Allah yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf baik berupa tuntutan (iqtidha’), pilihan (takhyir), atau penetapan (wadha’an). Pembagian Hukum Syara’ terbagi menjadi dua, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum Taklifi yaitu: tuntutan Allah yang berkaitan dengan perintah untuk berbuat atau untuk tidak berbuat atau memilih diantara keduanya.
Menurut jumhur ulama Hukum taklifi terbagi menjadi lima: Ijab: tuntutan secara pasti untuk dilaksanakan, tidak boleh ditinggalkan, dan ada hukuman bagi yang melanggarnya. Akibat perbuatannya adalah wujub, perbuatan yang dituntut namanya wajib. Contoh: kewajiban shalat. Nadb: tuntutan untuk melaksanakan perbuatan tapi tidak secara pasti. Perbuatan yang dituntut namanya mandub, akibat perbuatannya disebut nadb. Contoh anjuran mencatat transaksi. Ibahah: khitab Allah yang mengandung pilihan antara berbuat atau tidak berbuat. Akibat dari tuntutannya disebut ibahah, perbuatannya namanya mubah. Contoh mencari rizki setelah shalat jum’at. Karahah: tuntutan untuk meninggalkan tapi redaksinya tidak pasti. Akibat perbuatannya namanya karahah, perbuatannya disebut makruh. Contoh: menanyakan sesuatu yang menyulitkan. Tahrim: tuntutan secara pasti untuk tidak melaksanakan perbuatan. Akibat dari tuntutan disebut hurmah, perbuatannya dinamakan haram. Contoh: larangan membunuh
Menurut Hanafiyah, hukum taklifi dibagi menjadi tujuh: Iftiradh: tuntutan pasti untuk dilaksanakan berdasarkan dalil qat’y. Contoh: kewajiban shalat (fardu) Ijab: tuntutan pasti untuk dilaksanakan berdasarkan dalil zanny. Contoh: membaca fatihah dalam shalat. Nadb: sama dengan jumhur Ibahah: sama dengan jumhur. Karahah Tanzihiyah: tuntutan untuk meninggalkan tetapi tidak pasti (sama dengan karahah versi jumhur). Karahah Tahrimiyah: tuntutan pasti untuk meninggalkan berdasarkan dalil zanny. Contoh: jual beli waktu shalat jum’at. Tahrim: tuntutan pasti untuk meninggalkan berdasarkan dalil qat’y.
Hukum Wadh’i: hukum tentang pengkondisian sesuatu. Hukum wadh’I dibagi menjadi 7 kategori: Sabab: sifat nyata yang dijelaskan oleh nash bahwa keberadaannya menjadi hukum syara’. Keberadaan sabab menjadi pertanda ada atau tidaknya hukum. Contoh: tergelincirnya matahari menjadi sebab masuknya waktu zuhur. Syarat: sesuatu yang berada di luar hukum syara’ tetapi keberadaan hukum syara’ tergantung padanya. Syarat tidak ada maka hukum pun tidak ada, tetapi adanya syarat tidak mengharuskan adanya hukum. Contoh: wudhu adalah syarat sahnya salat. Mani’: sifat nyata yang keberadaannya menyebabkan tidak adanya hukum. Contoh: haidl menjadi mani’ bagi shalat. Shihah: suatu hukum yang sesuai dengan tuntutan syara’ (sabab, syarat, dan tidak ada mani’). Bathil: terlepasnya hukum syara’ dari ketentuan yang ditetapkan. Azimah: hukum yang ditetapkan Allah kepada seluruh hambaNya sejak semula Rukhsah: hukum yang ditetapkan berbeda dengan dalil karena adanya uzur.
Perbedaan antara hukum taklify dan hukum wad’y: Hukum taklify berisi tuntutan untuk melaksanakan/meninggalkan dan memilih. Hukum wad’y mengandung keterkaitan antara dua persoalan. Hukum taklify merupakan tuntutan langsung kepada mukallaf , hukum wad’y merupakan wahana untuk dapat dilaksanakannya hukum taklify.
Mazhab dalam Fiqh Pengertian: Mazhab adalah kelompok atau faham dalam fiqh yang berhubungan dengan penafsiran dan pelaksanaan hukum Islam. Bermazhab berarti mengikuti hasil pemikiran seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan pelaksanaan hukum Islam. Mazhab bermula dari pendapat individu (seorang ulama) yang kemudian diikuti oleh banyak orang dan berakumulasi menjadi keyakinan kelompok. Hukum bermazhab adalah mubah
Bermazhab ada dua: Bermazhab fil aqwal: yaitu mengikuti segala pendapat dari seorang ulama. Kategori ini sama dengan taqlid. Bermazhab fil manhaj: yaitu mengikuti seorang ulama dalam hal metode ijtihadnya, bukan sekedar mengikuti pendapat saja. Kategori ini sama artinya dengan ittiba’.
Sejarah Mazhab: Pada masa sahabat telah terbentuk pusat-pusat intelektual, seperti: Hijaz, Iraq, dan Syria. Disetiap kota tersebut terdapat sahabat yang menjadi pemuka dan diikuti pendapatnya. Di Hijaz terdapat Umar, Aisyah, Ibn Umar, dan Ibnu Abbas. Di Iraq terdapat: Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Di Syria terdapat Umar bin Abdul Aziz. Pendapat para sahabat tersebut kemudian diikuti oleh para tabi’in di kota-kota tersebut, sehingga muncullah cirri-ciri khusus di setiap kota. Hal ini melahirkan munculnya Madrasah Ahl hadis dan Madrasah Ahl Ra’y.
Perkembangan Mazhab: Mazhab yang pertama muncul (abad ke 2 H) adalah mazhab local, yaitu: Mazhab Hijazi, yang meliputi kota Mekkah dan Medinah. Mazhab Iraqi, yang meliputi kota Kufah dan Basrah. Mazhab Syam, yaitu terdapat di Syria. Mazhab local ini memiliki cirri: Unsur local sangat mempengaruhi dalam setiap fatwa yang muncul Munculnya kebebasan pendapat dalam fiqh. Sunnah diartikan dengan adapt istiadat masyarakat, sedangkan ijmak merupakan kesepakatan ulama setempat
Dasar pelaksanaan mazhab ini adalah ketaatan kepada imam. Mazhab yang kedua (muncul pada abad ke 3 H) adalah mazhab individu. Mazhab ini mendasarkan ajarannya pada pendapat perorangan. Mazhab tersebut adalah: Mazhab Hanafi (w. 150H/767M) berkembang di Turki dan Pakistan. Mazhab Maliki (w. 179H/795M) berkembang di Afrika Utara Mazhab Syafi’I (w. 204H/819M) berkembang di Asia Tenggara Mazhab Hambali (w. 241H/855M) berkembang di Saudi Arabia. Dasar pelaksanaan mazhab ini adalah ketaatan kepada imam.