TEKNOLOGI PASCAPANEN JAGUNG UNTUK PENANGGULANGAN AFLATOXIN DALAM UPAYA PENINGKATAN DAYASAING DAN PENDAPATAN PETANI DREKTORAT PENANGANAN PASCA PANEN DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN
PENDAHULUAN Komoditas penting : 1. Beras 2. Jagung Produksi 10,89 juta ton (2003) Kebutuhan domestik 11,68 juta ton Konsumsi langsung < pakan dan industri pangan (sejak 2003) Pendapatan Petani >>> Agribisnis Jagung Masalah : Daya saing lemah, antara lain disebabkan oleh AFLATOXIN
Permintaan Industri Pakan Proyeksi Kebutuhan Jagung Untuk Pakan, 2005-2010 Tahun Kebutuhan Jagung (x1000 ton) 2005 3.334,0 2006 3.604,6 2007 3.898,3 2008 4.217,3 2009 4.563,8 2010 4.940,3
DAMPAK KONTAMINAN AFLATOKSIN Daya saing produk ditentukan oleh: Aspek Mutu dan Keamanan Aspek Pembiayaan Efisiensi Aspek Penyampaian Ketepatan Kerawanan Mutu Jagung Domestik : inkonsistensi mutu, pengoplosan, kontaminasi (terutama Aflatoxin) SPS ISU KEAMANAN PANGAN TBT
Mikotoksin yang terdeteksi pada beberapa komoditas pertanian Jenis Komoditas Mikotoksin A B C D E F G H Beras Jagung Kacang tanah Kedelai Biji kopi Biji coklat + + + + + + Sumber : Fardiaz (1996) Keterangan: A : aflatoxin; B: zearalenone; C: ochratoxin; D: trichothecena; E: citrinin; F: penicillic acid; G: strerigmatocystin; H: fumonisin
Kapang dan mikotoksin penting yang dihasilkan Spesies Kapang Jenis Mikotoksin Aspergillus parasiticus Aspergillus flavus Fusarium sporotrichioides Fusarium graminearum Fusarium moniliforme Penicillium verrucosum Aspergillus ochraceus Aflatoksin B1, B2, G1, G2 Aflatoksin B1, B2 T-2 toxin Deoxynivalenol (nivalenol) Zearalenon Fumonisin B1 Okratoksin A Urutan Tingkat Toksisitas = B1 > G1 > G2 > B2
Tingkat Kerawanan Kontaminan Aflatoxin pada Jagung Secara nasional belum dapat ditetapkan, tetapi dipercayai “cukup rawan” Jagung di petani, pengumpul, pedagang (di daerah Bogor dan Yogyakarta) 80% diserang A. flavus 73% oleh Fusarium moniliforme 65% oleh A. niger 54% oleh Eurotium rabrum
Pertumbuhan kapang dipengaruhi oleh: Ketersediaan nutrisi pada media tumbuh. Jagung (70% pati, 10% protein, 5% lemak, vitamin, mineral) – substrat yang baik Lingkungan tumbuh. Iklim tropis Indonesia (hangat dan lembab) sangat sesuai untuk kapang (menghendaki aw 0,60-0,98; suhu 20-35oC).
Keragaan kontaminasi Aflatoxin (AFB1) pada jagung (1) Goto et al (1999): Jateng (299 ppb), Jatim (45), Bali (27) Ali et al (1998): Surakarta (428 ppb), Purworejo (49), Yogyakarta (92) Yamashita et al (1995): Indonesia tertinggi dibanding Thailand & Philipina
Keragaan kontaminasi Aflatoxin (AFB1) pada jagung (2) Rahayu et al (2003): Dari 115 sampel (eks Malang, Tuban, Kediri, dan Sumenep): 42% - mengandung Aflatoxin < 20 ppb 23% - mengandung 20-100 ppb 12% - mengandung > 100ppb 23% - tidak terdeteksi Tertinggi: 300-350 ppb (6 sampel)
Batas Maksimum Aflatoxin Codex Alimentarius Commission: 15 ppb Indonesia: Aflatoxin B1: 20 ppb Aflatoxin total: 35 ppb
PERANAN TEKNOLOGI PASCAPANEN Teknologi pascapanen berperan penting terutama menyangkut proses: 1. Pemanenan 2. Pengeringan 3. Pemipilan 4. Penyimpanan
1. Pemanenan Panen sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan umur panen dan cara panen Umur terlalu muda – butir jagung keriput Umur terlalu tua – butir rusak tinggi Cara panen – tergantung kebiasaan daerah Menempatkan jagung di atas tanah langsung sebaiknya dihindari
2. Pengeringan (1) Pengeringan Tradisional
2. Pengeringan (2) Pengeringan Tradisional
2. Pengeringan (3) Pengeringan lebih maju
2. Pengeringan (4) Pengeringan lebih maju PENGERING DAN PENYIMPANAN JAGUNG DI DAERAH TADAH HUJAN Spesifikasi: Kapasitas muat: 5 ton tongkol Penurunan kadar air dari 25-30% 9-14% waktu 18-33 jam. Biaya pengeringan Rp. 50/kg (per 2001)
3. Pemipilan
4. Penyimpanan (1) Perhatikan kelembaban dan kadar air awal RH tinggi (70-80%) - umur simpan pendek Setiap kenaikan 1% kadar air, umur simpan berkurang setengahnya. Penyimpanan dengan karung goni lebih baik dari pada ember (Tabel 2). Penyimpanan dalam bentuk tongkol lebih tahan lama dari pada pipilan (Tabel 3).
4. Penyimpanan (2) Teknologi penyimpanan dalam silo bambu, silo bambu-semen, silo seng dengan gas CS2 – belum banyak dilakukan. Teknologi maju untuk penyimpanan biasanya berkapasitas besar. Teknologi tersebut biasanya kombinasi alat penyimpan dan pengering Gudang skala besar umumnya berdinding seng atau plat besi, dilengkapi dengan sistem aerasi mekanis dan elevator.
PENCEGAHAN DAN PENGURANGAN CEMARAN AFLATOKSIN Penerapan sistem manajemen dan penggunaan prinsip HACCP Pengeringan dan mempertahankan tetap kering pada aw < 0,7 Untuk pakan ternak dapat dilakukan dengan perlakuan pemanasan, microwaves, sinar gamma, sinar X, sinar UV, adsorbsi oleh hydrated sodium calcium alumino silicate, dan ammonia Penerapan pedoman yang dikeluarkan CAC/RCP 51-2003 tentang pencegahan dan pengurangan kontaminasi mikotoksin dalam serealia.
KESIMPULAN 1. Indonesia mempunyai potensi dan peluang yang cukup besar untuk pengembangan agribisnis jagung . Namun demikian, produksi jagung domestik ini belum dapat diandalkan secara maksimal untuk meningkatkan pendapatan petani, mengingat daya saingnya relatif masih rendah. 2. Kontaminasi mikotoksin, khususnya Aflatoxin, pada jagung merupakan persoalan serius yang menyebabkan rendahnya daya saing jagung domestik. Persoalan ini dipicu lebih banyak oleh penerapan teknologi pascapanen yang belum memadai oleh petani, pengumpul, penyimpan, maupun pedagang jagung.
KESIMPULAN 3. Aflatoksikosis merupakan masalah serius di Indonesia tetapi kurang mendapat perhatian / kepedulian tercermin dari masih sangat terbatasnya pengaturan pembatasan aflatoksin dalam pangan dan produk pangan termasuk law enforcement nya serta upaya pembinaan petani produsen melalui penerapan pedoman budidaya dan penanganan pascapanen yang baik untuk mengurangi perkembangan aflatoksin dalam komoditas jagung dan kacang-kacangan.
KESIMPULAN 4. Berbagai teknologi yang mencakup aspek pemanenan, pengeringan, pemipilan maupun penyimpanan telah dikembangkan dan telah disebar-luaskan. Namun demikian, masih banyak pelaku usahatani jagung yang menggunakan teknologi lama atau tradisional yang belum mampu meningkatkan mutu jagung maupun membawa jagung pada keadaan yang lebih aman. Penyebabnya bisa datang dari kedua sisi, aspek teknologi atau aspek pengguna teknologi. Oleh sebab itu evaluasi terhadap keduanya sangat diperlukan untuk memacu tingkat adopsi teknologi.
Terima Kasih