Kebijakan Perpajakan Dalam Mendukung Pembentukan Kawasan Pelabuhan Dan Perdagangan Bebas disampaikan oleh: Direktorat Jenderal Pajak.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Advertisements

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK FEBRUARI 2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 184/PMK.03/2007.
PENYUSUTAN DAN AMORTISASI
PPh Pasal 25.
Berbagai Bentuk Hukum Pengaturan Kawasan Di Indonesia
penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Rina Purwaningtyas Utami
PERTEMUAN KE 3: PPh Pasal 15
PRESS CONFERENCE Januari 2013
Pengenalan Pajak Surakarta, 6 Januari 2012 BIDANG P2HUMAS KANWIL DJP JAWA TENGAH II.
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI.
AKTIVA TETAP.
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2010 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2010 Tentang PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN.
1 mawardi ismail,mei 07 PENGEMBANGAN PELABUHAN BEBAS SABANG (TINJAUAN DARI ASPEK HUKUM) OLEH MAWARDI iSMAIL.
PASAL 7 UU KUP SURAT TAGIHAN PAJAK
Pengusaha Kena Pajak.
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi
Biaya Konsep, Pengakuan, dan Realisasi
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
PENDAHULUAN SEJARAH PAJAK DI INDONESIA Sebelum Abad XV
Direktorat Jenderal Pajak Direktorat Peraturan Perpajakan I Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun Pasal 17 Saat Penyerahan Saat Terutang Pajak Saat.
Dasar Pengenaan Pajak. Ps 1 angka 17 UU PPN 1984 Dasar pengenaan pajak adalah harga jual,penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lainnya yang.
Pajak Pertambahan Nilai SESI III
PPN.
Pajak Pertambahan Nilai
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN.
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2010 PERATURAN DIRJEN PAJAK NO. PER-8/PJ/2010 TENTANG SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG.
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)
PERTEMUAN #1 PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM PPN
Pasal 31 A Ayat (1) dan Ayat (2)
DASAR-DASAR PERPAJAKAN, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Pajak) terjadi kesalahan data ( misalnya : mengisi Kode M.A.P. / Mata
TUTORIAL TATAP MUKA ADBI4235 KEPABEANAN & CUKAI
Pengantar PPN.
Harga Jual Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk.
PERTEMUAN 4 MEMANFAATKAN FASILITAS PERPAJAKAN
KELOMPOK 9 TENTANG PPN dan PPnBM
MATERI E LEARNING MANAJEMEN PAJAK SENIN 6 OKTOBER 2014 JAM KERJAKAN TUGAS SLIDE 16.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM
Mengapa tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak itu
MATERI E LEARNING MANAJEMEN PAJAK SENIN 6 OKTOBER 2014 JAM KERJAKAN TUGAS SLIDE 16. dikumpulkan di pertemuan berikutnya.
Saat dan tempat pajak terutang
Jika terjadi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, PKP wajib memungut PPN yang terutang dan memberikan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak [ Memori.
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
PENGERTIAN TAX ALLOWANCE
KETENTUAN LAIN-LAIN.
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Oleh Tunas Hariyulianto, SE.MSi.
MATERI KULIAH PRINSIP DASAR PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DI INDONESIA Disusun oleh: Nadia Puspaningtyas A. A
Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN.
PPN.
PAJAK.
DASAR PENGENAAN PPN DAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH oleh Nisa Putri Bagaswati
Pajak Pusat & Pajak Daerah.
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)
Tempat Penimbunan Berikat
Transcript presentasi:

Kebijakan Perpajakan Dalam Mendukung Pembentukan Kawasan Pelabuhan Dan Perdagangan Bebas disampaikan oleh: Direktorat Jenderal Pajak

Pembayaran Pajak adalah Salah satu pencerminan kegotongroyongan nasional dalam bentuk pemenuhan kewajiban kenegaraan bagi setiap warga negara dalam mewujudkan kemandirian pembiayaan negara dan pembangunan nasional yang pemungutannya harus berdasarkan undang-undang

Prinsip Equal Treatment & Kepastian Hukum Prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan antara lain: Perlakuan yang sama; Kepastian hukum Prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-undang Perpajakan antara lain: Perlakuan yang sama: diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama. Kepastian Hukum: Semua peraturan dituangkan dalam bentuk hukum positif yang tertulis; Harus ditekan sesedikit mungkin pengaturan yang bersifat grey area; Peraturan tidak terlalu cepat diubah-ubah.

Kemudahan Kalau benar-benar di perlukan, dapat diberikan kemudahan dalam bidang perpajakan. Setiap kemudahan dalam bidang perpajakan harus mengacu pada kaidah di atas dan harus dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut Butir 2 Kaidah yang dimaksud adalah equal treatment dan kepastian hukum yang sudah ditayangkan dalam slide sebelumnya

Tujuan Diberikannya Fasilitas Perpajakan Berhasilnya sektor-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional; Mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing; Mendukung pertahanan nasional; Memperlancar pembangunan nasional. Penjelasan Pasal 16B ayat (1) Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang PPN Barang & Jasa dan PPn BM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 18 tahun 2000: Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hekekatnya untuk memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional. Lebih jauh, dalam penjelasan Pasal tersebut diuraikan bahwa kemudahan perpajakan diberikan untuk: “mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Kawasan Berikat dan Entreport Produksi Tujuan Ekspor (EPTE), atau untuk pengembangan wilayah lain dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut” Dari ketentuan tersebut jelaslah bahwa Pembentukan Kawasan Pelabuhan Dan Perdagangan Bebas yang menjadi tema seminar ini sudah disediakankan naungan dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPn BM, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang nomor 18 tahun 2000.

Contoh Fasilitas Yang Diberikan Untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2000. Untuk Kawasan Berikat diatur dalam: Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 30 Tahun 2005 Untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, fasilitas perpajakan diatur dalam: Undang-undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-undang. Untuk Kawasan Berikat Pulau Batam diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 30 Tahun 2005.

Fasilitas untuk Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang adalah suatu kawasan yang berada di dalam Wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Cukai. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPn.BM diatur bahwa: Pasal 4 huruf a dan c “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean, yang dilakukan oleh Pengusaha.” Pasal 5: “Disamping pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan juga PPn.BM terhadap: Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; Impor BKP Yang Tergolong Mewah.” Adapun yang dimaksudkan dengan Daerah Pabean dalam Pasal 1 angka 1 UU PPN adalah: “Wilayah RI yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Kepabeanan”. Dengan definisi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas seperti pada slide, maka dengan sendirinya undang-undang PPN “tidak (di)berlaku(kan) pada kawasan tersebut.

Fasilitas PPN Tidak Dipungut atas: Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor; Impor BKP yang dilakukan oleh PDKB sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 30 Tahun 2005, antara lain mengatur bahwa: Dalam rangka menunjang ekspor, PPN atau PPN dan PPn.BM tidak dipungut atas: Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor; Impor BKP yang dilakukan oleh PDKB sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor. Jadi kalau barang yang dibeli atau diimpor oleh PDKB tersebut kemudian tidak jadi di ekspor (dimasukkan kembali ke dalam Daerah Pabean RI baik setelah diolah maupun tidak), fasilitas tersebut gugur dan Pengusaha Wajib Melunasi Pajak yang terutang.

Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, antara lain mengatur bahwa: Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau didaerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan.

Bentuk Fasilitas PPh pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan; yang dapat dinikmati selama 6 tahun, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun; dan pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah. Butir 1: Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yang dilakukan, yang dapat dinikmati selama 6 (enam) tahun, terhitung sejak tahun dimulainya produksi komersial, sehingga setiap tahunnya Wajib Pajak berhak mengurangkan dari penghasilan neto sebesar 5% (lima persen) dari jumlah realisasi penanaman modal baik aktiva tetap yang dapat disusutkan maupun yang tidak dapat disusutkan. Butir 2 Secara umum penjelasan lebih lanjut dari Pasal 31A UU PPh diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000, yang antara lain mengatur pilihan untuk menerapkan penyusutan dan amortisasi yang dipercepat sebagaimana ditunjukkan dalam slide berikut:  

Tarif Penyusutan & Amortisasi Dengan Metode PP No 20/2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) stdtd PP No 147/2000, Kelompok harta Manfaat menjadi Tarif Penyusutan & Amortisasi Dengan Metode Garis lurus Saldo menurun I. Bukan bangunan/ harta harta Tak Berwujud Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV 2 Thn 4 Th 8 Th 10 Th 50 % 25 % 12,5 % 10 % 100 % 20 % II. Bangunan - Permanen - Tidak Permanen 5 Th -- STDTD = Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Tarif penyusutan yang normal menurut Pasal 11 ayat (6) UU PPh adalah sebagai berikut: Bukan bangunan atau harta harta Tak Berwujud Kelompok I 4 tahun 25% 50% Kelompok II 8 tahun 12,5% 25% Kelompok III 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok IV 20 tahun 5% 10% II. Bangunan - Permanen 20 tahun 5% - - non permanen 10 tahun 10% -

Tarif Penyusutan & Amortisasi Dengan Metode PPh Pasal 11 ayat (6) Kelompok harta Manfaat menjadi Tarif Penyusutan & Amortisasi Dengan Metode Garis lurus Saldo menurun I. Bukan bangunan/ harta harta Tak Berwujud Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV 4Thn 8 Th 16 Th 20 Th 25 % 12,5 % 6,25 % 5% 50% 10 % II. Bangunan - Permanen - Tidak Permanen 10 Th 5 % -- Contoh: kelompok I: mebel & peralatan kanto;r Kelompok II: komputer, printer, kendaraan. Kelompok III: mesin pertambangan, pemintalan Kelompok IV: mesin berat seperti lokomotip, kapal & KONSTRUKSI

Kesimpulan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan telah memberikan payung fasilitas untuk mendukung pengembangan wilayah lain dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud pengembangan ekspor;

Bentuk Kemudahan Yang Telah Diberikan Antara Lain Untuk free port & free trade zone (Sabang) tidak terutang Bea Masuk, cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI); Untuk DKB Batam: Atas penyerahan BKP kepada PDKB tidak dipungut PPN dan PPn.BM Atas impor BKP oleh PDKB tidak dipungut PDRI sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor; Dapat diberikan fasilitas PPh sesuai Pasal 31A UU PPh. DKB = Daerah Kawasan Berikat PDKB = Pengusaha Di Kawasan Berikat PDRI = Pajak Dalam Rangka Impor yang terdiri dari: a. PPN atau PPN dan PPn BM; b. PPh Pasal 22 impor.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN SAUDARA