PERDAMAIAN
Pengertian Perdamaian Proses penyelesaian perkara pada tahapan pertama adalah mengusahakan perdamaian kepada para pihak. Peran mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa lebih utama daripada fungsi hakim yang menjatuhkan putusan terhadap perkara yang dijatuhkan padanya. Apabila perdamaian dapat dilaksanakan, maka hal itu jauh lebih baik dalam mengakhiri suatu sengketa.
Kewajiban hakim dalam mendamaikan para pihak sejalan dengan tuntunan ajaran Islam. Ajaran Islam memerintahkan agar menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian (islah).
Ketentuan ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam S Al Hujurat ayat 9 : Jika ada dua golongan orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah sangat mencintai orang yang berlaku adil.
Pasal 1851 KUHPerdata Perdamaian adalah suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan perdamaian haruslah dibuat dalam bentuk tertulis.
Pasal 130 HIR Jika pada hari persidangan yang telah ditetapkan kedua belah pihak yang berperkara hadir di persidangan maka Ketua Majelis Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut. Jika dapat dicapai perdamaian maka pada hari persidangan hari itu juga dibuatkan putusan perdamaian.
Menurut M. Yahya Harahap tujuan luhur pihak-pihak yang berperkara seringkali dinodai oleh praktisi hukum. Dengan dalih mendamaikan, para praktisi hukum seringkali bertindak dengan filsafah belah bambu, melahirkan perdamaian sesuai keinginannya dan keinginan pihak yang diangkatnya, sedangkan pihak yang lain diinjak dan sama sekali tidak didengar. Perdamaian yang demikian sama sekali tidak melahirkan perdamaian yang sebenarnya tetapi justru melahirkan permusuhan yang terus berlanjut.
Syarat formal upaya perdamaian Sesuai Pasal 1851 KUHPerdata, 130 HIR , syarat formal perdamaian yaitu a. Adanya persetujuan kedua belah pihak Syarat persetujuan, sebagaimana dalam Pasal 1320 KUHPerdata - Adanya kata sepakat secara sukarela. - Kedua belah pihak cakap membuat persetujuan. - Adanya objek yang jelas. - Adanya causa/alasan yang halal.
b. Mengakhiri sengketa Putusan Perdamaian harus benar-benar mengakhiri sengketa secara tuntas dan utuh. Agar putusan perdamaian itu sah dan mengikat kepada pihak-pihak yang berperkara, maka putusan perdamaian dibuat dengan sukarela dan formulasi perdamaian itu dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang berperkara.
c. Perdamaian atas sengketa yang telah ada. d c. Perdamaian atas sengketa yang telah ada. d. Bentuk perdamaian harus tertulis.
Akta Perdamaian adalah suatu persetujuan perdamaian yang dibuat oleh kedua belah pihak, yang terjadi tanpa campur tangan pengadilan atau hakim. Jika sengketa sudah sampai di Pengadilan, kemudian di luar campur tangan pengadilan, para pihak menghadap notaris untuk membuat persetujuan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian.
Atas dasar itu pula para pihak mencabut perkara yang sudah diajukan ke pengadilan dan para pihak tidak meminta pengukuhan persetujuan perdamaian dalam bentuk putusan perdamaian, maka persetujuan itu disebut akta perdamaian.
Adapun cara membuatnya sangat sederhana yaitu para pihak yang bersengketa merumuskan sendiri persetujuan itu dengan tujuan mengakhiri sengketa yang terjadi diantara mereka. Akta perdamaian itu dapat berbentuk akta autentik, dapat pula berbentuk akta di bawah tangan.
Akta perdamaian yang dibuat di luar campur tangan pihak pengadilan masih terbuka hak para pihak untuk mengajukannya sebagai perkara di pengadilan apabila dianggap akta perdamaian itu merugikan pihaknya. Hal ini disebabkan karena persetujuan yang dituangkan dalam akta perdamaian tidak mengakhiri sengketa. Ketentuan ini tidak mengandung asas Nebis in idem sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 KUHPerdata.
Putusan Perdamaian Apabila pihak-pihak yang bersengketa mengadakan perdamaian terhadap suatu masalah yang disengketakan dan mereka membuat akta perdamaian secara tertulis. Para pihak yang bersengketa memohon kepada Majelis Hakim agar persetujuan perdamaian itu dikukuhkan dalam suatu keputusan yang disebut putusan perdamaian.
Formulasi isi dari perjanjian perdamaian dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang berperkara yang dituangkan dalam akta, para pihak menandatangani akta tersebut. Atas dasar akta perdamaian itulah hakim menjatuhkan putusan perdamaian sesuai dengan isi persetujuan dengan diktum menghukum pihak-pihak untuk mentaati dan melaksanakan isi perjanjian tersebut.