Etika Bisnis Islami Murabahah & Mudharabah Kelompok 2: Bondan Wicaksono 20120410272 Nindya Arta Carolina 20130410095 Yusuf Bakhtiyar 20130410016 Intan Apurotul Pujiah 20130410139
Pengertian Murabahah dan Konsepnya. Secara bahasa, Murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan. Dalam istilah syariah, konsep murabahah terdapat berbagai formulasi pengertian yang berbeda-beda menurut pendapat para ulama (ahli). Pendapat Al-Kasani, Murabahah adalah transaksi jual beli. harga jual merupakan akumulasi dari biaya yang telah dikeluarkan untuk mendatangkan objek transaksi atau harga pokok pembelian dengan tambahan keuntungan tertentu yang diinginkan penjual (margin), harga beli dan jumlah keuntungan yang diinginkan diketahui oleh pembeli. Artinya pembeli diberitahu berapa harga belinya dan tambahan keuntungan yang diinginkan.
LANDASAN HUKUM JUAL BELI MURABAHAH. Jual beli dengan sistem murabahah merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal ini berdasarkan pada dalil-dalil yang terdapat dalam al qur’an, hadits ataupun ijma’ ulama. Beberapa dalil yang memperbolehkan praktek akad jual beli murabahah adalah firman Allah swt: a. An nisa [4]: 29 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An nisa [4]: 29) b. Al baqarah [2]: 275 وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al Baqarah [2]: 275)
Allah mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli secara umum serta menolak dan melarang konsep ribawi. Berdasarkan dari ketentuan ini jual beli murabahah mendapat pengakuan dan legalitas syariah, dan sah untuk dijalankan dalam praktek pembiayaan bank syariah karena ia merupakan salah satu bentuk jual beli dan tidak mengandur unsur ribawi. Dalam hadits disebutkan riwayat dari Abu Said al Khudri bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka” (HR. Al Baihaqi dan Ibnu Majah).
Pengertian Mudharabah. Mudharabah disebut juga qiraadh, berasal dari kata al–qardhu yang berarti al-qath’u (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. Sedangkan menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
Tipe Mudharabah. Mudharabah Mutlaqah: Dimana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf). Mudharabah Muqayyadah: Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
HUKUM MUDHARABAH DALAM ISLAM Mudharabah hukumnya boleh berdasarkan dalil-dalil berikut: 1. Firman Allah: “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah..”. (QS. al-Muzzammil: 20)
HIKMAH DISYARIATKANNYA MUDHARABAH Islam mensyariatkan akad kerja sama Mudharabah untuk memudahkan orang, karena sebagian mereka memiliki harta namun tidak mampu mengelolanya dan disana ada juga orang yang tidak memiliki harta namun memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengembangkannya. Maka Syariat membolehkan kerja sama ini agar mereka bisa saling mengambil manfaat diantara mereka. Pemilik modal memanfaatkan keahlian Mudhorib (pengelola) Mudhorib memanfaatkan harta dan dengan demikian terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah tidak mensyariatkan satu akad kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan.
JENIS-JENIS MUDHARABAH Mudharabah Muthlaqah (Mudharabah secara mutlak/bebas). Maksudnya adalah bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola modal yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus sholih dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari pemilik modal kepada pengelola modal yang memberi kekuasaan sangat besar. Mudharabah Muqayyadah (Mudharabah terikat). Jenis ini adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Yakni pengelola modal dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa Mudharabah memiliki lima rukun: Modal. Jenis usaha. Keuntungan. Shighot (pelafalan transaksi) Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola.
Syarat dalam Mudharabah. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad) dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.