SANITARY AND PHYTOSANITARY (SPS)

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Advertisements

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
PERMOHONAN HAK UJI MATERI PP 04 TAHUN 2010
P E L A B U H A N.
KOMPETENSI MATA KULIAH
Bandung, 1 Desember Ilustrasi sederhana tentang “mutu” Perusahaan A: membuat rangka meja Perusahaan B: membuat laci meja Perusahaan C (toko mebel):
TAKTIK PHT/MHPT JURUSAN HPT FP UB.
Agreement on Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS)
Dasar hukum amdal (UUPLH) TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP:
STANDARISASI MUTU Standar : aturan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif Standarisasi Mutu : penentuan mutu barang dengan menggunakan berbagai kriteria,
KELEMBAGAAN PROTOKOL KYOTO-CDM
LATAR BELAKANG INVESTASI DI INDONESIA
o j k Otoritas jasa keuangan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
ABSTRAKSI PENELITIAN Penulis Jani Purnawanty Asal Fakultas Hukum Sumber Dana DIPA-RM Tahun 2009 Bidang Ilmu Hukum PENATAAN PENANGANAN PENYAKIT TROPIS (TROPICAL.
Pendahuluan Limbah telah lama mengitari kehidupan manusia terutama setelah dikenal adanya peradapan menetap di suatu tempat dan membentuk koloni. Secara.
Hubungan internasional Tema : Organisasi internasional
KELOMPOK IFA ANIFAWATI ( ) RAHMA INDRIAWATI ( ) VIKA AMILATI M ( )
DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009
STANDARISASI MUTU.
Sistem Standardisasi Nasional dan PP No
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014
AGROINDUSTRI DI INDONESIA TERKAIT ISU-ISU GLOBAL SEBAGAI BERIKUT :
PERENCANAAN PEMANFATAN LAHAN; ZONASI LAHAN & PERWILAYAHAN KOMODITAS
PENYELENGGARAAN URUSAN PENANAMAN MODAL
DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009
SEJARAH WORLD TRADE ORGANIZATION
WORLD TRADE ORGANIZATION PART 1
Oleh: Ricky W. Griffin Ronald J. Ebert
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
Sistem Standardisasi Nasional
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
GATS ikaningtyas.
`DASAR AGROTEKNOLOGI` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
Mutu dalam Industri Pangan
Sistem Jaminan Mutu.
SERTIFIKASI.
PERDAGANGAN PANGAN.
Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
Desain Tata Letak Sirkuit
Kuliah 2 ARTI DAN PERAN AMDAL.
BISNIS GLOBAL.
`DASAR AGROTEKNOLOGI` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
PERDAGANGAN INTERNATIONAL
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
STANDAR NASIONAL INDONESIA
Mutu dalam Industri Pangan
PERTEMUAN KE XII PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KERANGKA ACFTA (Asean China Free Trade Area )
`DASAR AGROTEKNOLOGI` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
Kejahatan di bidang Pasar Modal (Insider Trading)
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
KARANTINA HEWAN, IKAN, dan TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG MENGINGAT MENETAPKAN.
UNDANG–UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN
10. Penyelesaian Masalah Kurangnya pengecekan berkala oleh pemerintah Dilakukan pengecekan berkala dan harus bersertifikat dan Standar air limbah sebelum.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN JASA KONSTRUKSI
DISEMINASI AGREEMENT ON TRADE FACILITATION
PUTRI ANGGRAENI WIDYASTUTI
TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN TERHADAP PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA OPTK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERMENTAN 09/2009.
Peraturan Pemerintah Republik INDONESIA Nomor 1 tahun 1970
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Program Penyehatan Makanan
disampaikan oleh: Drs. Herman Prakoso Hidayat, MM
UU REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1996
Badan Karantina Pertanian
National Nosocomial Infection Control (Policy & Manajemen)
SISTEM STANDARDISASI NASIONAL
SUMBER HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Organisasi Ekonomi Global
Transcript presentasi:

SANITARY AND PHYTOSANITARY (SPS) M. INSAN KAMIL [110320087012] M. YUSUF ADINUGRAHA [110320087013] NURILLAH AMINI [110320087….] ______

Perjanjian “Sanitary and Phytosanitary (SPS)” merupakan salah satu bagian dari Perjanjian Putaran Uruguay - GATT/WTO, yang membidangi masalah pengaturan perdagangan dalam kaitannya dengan kesehatan manusia, hewan dan tanaman. PENGERTIAN

KESEHATAN DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kesepakatan SPS pada intinya mengenai kesehatan dan perdagangan internasional. Perdagangan dan perjalanan internasional telah mengalami perluasan secara signifikan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Hal ini berakibat meningkatnya perpindahan produk pertanian yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko kesehatan. Kesepakatan SPS memperkenalkan perlunya bagi negara anggota WTO untuk tidak hanya melindungi dari risiko yang disebabkan oleh masuknya hama, penyakit, dan gulma (selanjutnya disebut organisme penganggu tumbuhan, OPT), tetapi juga untuk meminimalkan efek negatif dari ketentuan SPS terhadap perdagangan.

ASPEK KESEHATAN Aspek kesehatan dari Kesepakatan SPS pada dasarnya berarti bahwa anggota WTO dapat melindungi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan untuk mengelola risiko yang berhubungan dengan impor. Ketentuan tersebut biasanya dalam bentuk persyaratan karantina atau keamanan pangan.

ASPEK PERDAGANGAN INTERNASIONAL Aspek perdagangan internasional dalam Kesepakatan SPS secara prinsip berarti bahwa dalam usaha melindungi kesehatan, anggota WTO tidak seharusnya menggunakan ketentuan SPS yang tidak diperlukan, tidak berdasarkan pada pertimbangan ilmiah, tidak mengada-ada, atau secara tersembunyi (tersamar) membatasi perdagangan internasional.

KLASIFIKASI Sanitary (Sanitasi) (terkait dengan kehidupan atau kesehatan manusia atau hewan); atau Phytosanitary (Fitosanitasi) (terkait dengan kehidupan atau kesehatan tumbuhan).

MATERI POKOK PERJANJIAN SPS Setiap anggota dibenarkan untuk memperlakukan peraturan sanitasi dan phitosanitasi untuk melindungi keselamatan dan kesehatan konsumen, hewan dan tanaman. Setiap peraturan SPS harus dilandasi oleh prinsip dan kajian ilmiah (Scientific Justification). Peraturan SPS tidak boleh dipakai sebagai hambatan terselubung (Disguised Restriction) dalam perdagangan komoditi pertanian pangan MATERI POKOK PERJANJIAN SPS

TUJUAN SPS Perjanjian SPS ini mempunyai tujuan antara lain : melindungi dan meningkatkan kesehatan manusia, hewan dan kondisi tanaman serta phytosanitasi dari setiap negara anggota; membuat acuan peraturan multilateral yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam pengembangan, adopsi dan perlakuan peraturan sanitasi dan phitosanitasi dalam rangka menunjang kelancaran arus perdagangan; untuk lebih menyeragamkan peraturan-peraturan sanitasi dan phitosanitasi diantara negara-negara anggota, dengan menggunakan standar-standar internasional terutama Codex Alimentarius Commission, International Office of Epizootic (IOE) dan International Plant Protection Convention (IPPC) tanpa mengabaikan keinginan negara anggota untuk menggunakan peraturan lokal dalam melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat, hewan dan tanaman. TUJUAN SPS

KESEPAKATAN SPS Kesepakatan SPS mempunyai 14 pasal, berisi tentang hak dan kewajiban yang telah disetujui oleh anggota WTO. Kesepakatan tersebut juga mempunyai tiga lampiran yang memuat definisi berbagai istilah, dan penjelasan dari beberapa kewajiban dalam batang tubuh.

HAK DAN KEWAJIBAN DASAR (pasal 2) Anggota mempunyai hak untuk menjalankan ketentuan sanitasi dan fitosanitasi yang diperlukan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, atau tumbuhan selama ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan persyaratan yang ada dalam Kesepakatan ini. 2. Anggota akan menjamin bahwa ketentuan sanitasi dan fitosanitasi diterapkan hanya untuk kepentingan menjaga kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, atau tumbuhan, didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah, dan tidak diberlakukan tanpa adanya bukti ilmiah yang cukup, kecuali sesuai ketentuan yang tertulis pada ayat 7 Pasal 5.

HAK DAN KEWAJIBAN DASAR (pasal 2) 3. Anggota akan menjamin bahwa ketentuan sanitasi dan fitosanitasi tidak sewenangwenang atau tidak dibenarkan melakukan diskriminasi antar anggota apabila kondisi yang sama terpenuhi, termasuk antara wilayahnya sendiri dengan wilayah anggota lain. Ketentuan sanitasi dan fitosanitasi tidak akan diterapkan dengan tujuan tersembunyi untuk membatasi perdagangan internasional. 4. Ketentuan sanitasi dan fitosanitasi yang sesuai dengan persyaratan relevan dalam Kesepakatan ini akan dijalankan sesuai dengan kewajiban anggota seperti tertulis dalam persyaratan GATT 1994 yang terkait dengan penggunaan ketentuan sanitasi dan fitosanitasi, khususnya persyaratan pada Pasal 20b.

RUANG LINGKUP KEGIATAN Tindakan sanitasi dan fitosanitasi adalah setiap tindakan yang diterapkan untuk : Melindungi kehidupan atau kesehatan hewan atau tanaman dalam wilayah negara anggota dari resiko yang disebabkan oleh masuk, pembentukan atau penyebaran hama, penyakit, organisme pembawa penyakit atau organisme penyebab penyakit. Melindungi kehidupan atau kesehatan manusia atau hewan dalam wilayah negara anggota dari resiko yang disebabkan oleh bahan tambahan (additives), cemaran, racun atau organisme penyebab penyakit yang terkandung dalam makanan, minuman, atau bahan pakan ternak. Melindungi kehidupan atau kesehatan manusia dalam wilayah negara anggota dari resiko yang disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh hewan, tanaman atau produknya atau dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama; atau Mencegah atau membatasi kerusakan lain dalam wilayah anggota yang timbul dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama. RUANG LINGKUP KEGIATAN

Berdasarkan ketentuan dari WTO yang telah disepakati bersama, bahwa semua peraturan yang akan diberlakukan oleh suatu negara yang berhubungan dengan ketentuan SPS dan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap perdagangan internasional perlu dinotifikasikan/diberitahukan kepada WTO. Dalam rangka implementasi perjanjian SPS di Indonesia telah ditetapkan Sekretariat Jenderal - DEPTAN c.q. Pusat Standardisasi dan Akreditasi sebagai Central Goverment Authority (Notification Body) dan Badan Karantina Pertanian sebagai Enquiry Point untuk perjanjian SPS. KETENTUAN NOTIFIKASI

TINDAKAN-TINDAKAN SPS Tindakan sanitasi dan phitosanitasi berupa Undang-Undang, Keputusan, Peraturan-peraturan dan prosedur antara lain: kriteria produk akhir, metode pengolahan dan produksi, pengujian,pengawasan; prosedur sertifikasi dan perizinan; perlakuan karantina termasuk persyaratan yang relevan berkaitan dengan pengangkutan hewan atau tanaman atau material yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya selama pengangkutan; ketentuan mengenai metode statistik yang relevan, prosedur pengambilan contoh dan metode penilaian resiko; persyaratan pengemasan dan pelabelan yang secara langsung berhubungan dengan keamanan makanan . Rancangan peraturan yang berhubungan dengan hal tersebut perlu dinotifikasikan sebelum disahkan. TINDAKAN-TINDAKAN SPS

RISIKO DAN KOMODITAS Kesepakatan SPS diterapkan pada dasarnya untuk seluruh ketentuan yang perlu dilakukan oleh anggota WTO dalam melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, atau tumbuhan di wilayahnya dari risiko tertentu, dan yang mungkin mempengaruhi perdagangan internasional.

KOMITE KETENTUAN SANITASI DAN FITOSANITASI (the SPS Committee) Kesepakatan SPS dijalankan oleh Komite Ketentuan Sanitasi dan Fitosanitasi (the SPS Committee, Komite SPS), dimana semua anggota WTO dapat berpartisipasi. Komite SPS adalah forum konsultasi dimana anggota WTO secara reguler bertemu untuk berdiskusi tentang ketentuan SPS dan efeknya terhadap perdagangan, mengawasi pelaksanaan Kesepakatan SPS, dan mencari cara untuk menghindari terjadinya potensi perbedaan pendapat. Anggota WTO memperoleh manfaat dengan berpartisipasi aktif dalam Komite SPS. Komite ini mempunyai berbagai aktifitas untuk membantu anggota dalam mengimplementasikan Kesepakatan SPS. Informasi lebih lengkap tentang Komite SPS

PELAKSANAAN Tanggungjawab dalam menerapkan Kesepakatan SPS umumnya terletak pada departemen pemerintah dan institusi nasional yang mempunyai keahlian dan informasi yang terkait dengan kesehatan tumbuhan dan hewan, serta hal-hal terkait dengan keamanan pangan. Organisasi yang menerapkan diantaranya termasuk Organisasi Perlindungan Tumbuhan Nasional (National Plant Protection Organization, NPPO) dan otoritas setara untuk kesehatan hewan dan keamanan pangan.

Kerangka kerja kelembagaan domestik diperlukan untuk mengatur ruang lingkup kerja, tanggungjawab, dan kewenangan dari masing-masing lembaga penyusun. Diperlukan sistem untuk menegakkan kepatuhan terhadap ketentuan yang ada harus tersedia. (peraturan perundang-undangan, aturan kebijakan, dll) Hal ini akan meningkatkan kepercayaan dalam proses evaluasi dan penerbitan sertifikasi terkait dengan ketentuan SPS.

PRINSIP UTAMA DALAM KESEPAKATAN SPS Harmonisasi; Kesetaraan; tingkat perlindungan yang sesuai; (appropriate level of protection, ALOP); penilaian risiko; kondisi regional; dan transparansi.

Negara anggota khususnya Indonesia menaruh harapan yang besar terhadap perjanjian SPS-WTO, yaitu terwujudnya sistem perdagangan yang semakin transparan dan “fair”, serta persyaratan pasar yang -jelas antara lain dengan adanya jalur konsultasi, konfirmasi dan harmonisasi persyaratan standar dengan negara-negara mitra bisnis. Keadaan ini diharapkan akan dapat memperlancar arus perdagangan komoditi pertanian Indonesia di pasar global. Tentu saja bagi Indonesia hal ini akan dapat terwujud apabila mampu dan berperan aktif dalam memanfaatkan perjanjian tersebut melalui langkah-langkah konsolidasi terpadu. Harapan besar ini telah diwujudkan dengan telah diratifikasinya Perjanjian WTO ini melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. PERANAN INDONESIA

IMPLIKASI BAGI INDONESIA Negara maju yang secara umum mempunyai keunggulan dibidang teknologi, informasi dan sumberdaya dana, cenderung memanfaatkan perjanjian SPS ini sebagai instrumen penghambat masuknya produk-produk dari luar ke pasar dalam negerinya (disguised on trade). Masyarakat Eropa misalnya, menginginkan agar semua ekspor minyak nabati ke Eropa Barat harus memakai container khusus atau container yang dilapisi oleh Stainless Steel. Para importir Jepang mempersyaratkan agar semua ekspor hasil perikanan ke Jepang disertai sertifikat bebas Vibrio cholera. Demikian pula Amerika Serikat, menginginkan agar semua komoditi pertanian yang masuk ke Amerika Serikat disertai dengan sertifikat sanitasi dan phytosanitary bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya dengan keterbatasan teknologi, informasi dan sumber daya dana dan manusia diperkirakan akan sedikit atau kurang dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada dari perjanjian SPS ini IMPLIKASI BAGI INDONESIA

PELAKSANAAN SPS DI INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN DITJEN. HORTIKULTURA SINERGISME SISTEM PERLINDUNGAN HORTIKULTURA PADA SPS